5 Kriteria Pemimpin Indonesia Baru Idaman Jokowi

 
[lihat.co.id] - Satu tahun lagi, Pilpres 2014 bakal digelar. Indonesia Baru membutuhkan sosok pemimpin ideal. Bagi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), sang pemimpin ke depan wajib visioner, adil dan tidak elitis.

Pria kelahiran Surakarta 21 Juni 1961 ini berpendapat gaya kepemimpinan eksklusif sudah ketinggalan zaman. Kini saatnya, pemimpin harus setara dan melayani rakyat dengan hati. Pemimpin pun harus tahan banting dan tahan ejekan.

Pemimpin juga harus jujur, bersih serta mau blusukan ke kantong-kantong permasalahan rakyatnya dan berdialog bersama mencari solusi Berikut: 5 Kriteria Pemimpin Indonesia Baru Idaman Jokowi
dikutip dari: detik

1. Visioner
[lihat.co.id] - Jokowi berpendapat Indonesia ke depan membutuhkan pemimpin yang visioner dan mampu memberi rasa keadilan. Saya itu ke sini itu bawa bahan hanya Jakarta Baru tapi kemudian di sini ada judul Indonesia Baru. 
Bingung jadinya. Jadi saya kira, ke depan kita membutuhkan pemimpin yang visioner. Ke depan, mau dibawa ke mana negara ini, dan juga bisa memberikan keadilan ke semuanya, masyarakat diberi keadilan," papar Jokowi.

Hal ini disampaikan Jokowi saat memberikan kuliah umum bertajuk "Jakarta Baru, Indonesia Baru" di Kampus UPH, Lippo Karawaci, Tangerang, Kamis (11/4/2013).

Selain itu, kata Jokowi, sebuah negara perlu positioning. "Negara ini mau dibawa ke mana. Kemudian ada diferensiasi. Apa yang membedakan Jakarta dengan Paris, apa yang membedakan Indonesia dengan Singapura, Thailand, Korea, itu harus ada sehingga orang tahu Indonesia. Mau fokus ke mana? Mau jadi negara industri pertanian?" kata pria asli Solo ini.

Ia menambahkan pentingnya membangun sebuah brand. "Jakarta perlu brand yang jelas, mau jadi kota fashion, seni pertunjukan, perdagangan, harus dijelaskan ke masyarakat. Indonesia itu mau dibawa ke mana? Brand itu harus dibangun. Mau dijadikan negara maritim? Industri? Negara pertanian? Semuanya harus tahu," kata sarjana Kehutanan UGM ini.

2. Tahan Diejek
[lihat.co.id] - Demokrasi kini sangat terbuka. Lewat twitter dan facebook, semua orang bebas menyuarakan pendapatnya. Jokowi berpesan seorang pemimpin harus tahan ejekan.

Menurut Jokowi, pemimpin Indonesia baru harus memiliki integritas, bisa diteladani, mempunyai ketahanan diri dan harus tahan banting.

"Sekarang ini kita sangat berdemokrasi sekali, sangat terbuka, di twitter, FB, dan lainnya. Semuanya bebas," kata Jokowi.

Wejangan itu disampaikan Jokowi saat memberikan kuliah umum bertajuk "Jakarta Baru, Indonesia Baru" di hadapan mahasiswa Universitas Pelita Harapan di Kampus UPH, Lippo Karawaci, Tangerang,

Jokowi juga mengaku kerap dihujani kritik bahkan diejek warganya.

"Misalnya, gubernur ini wajahnya <i>ndeso</i>, kurus kering, kurang sehat, ya ndak apa-apa. Jadi harus punya ketahanan diri kalau diejek," ujar Jokowi yang terbalut kemeja warna putih ini disambut tawa hadirin.

3. Setara dengan Rakyat
[lihat.co.id] - Kata Jokowi, era kepemimpinan vertikal dan eksklusif bukan zamannya lagi. Kini, posisi sang pemimpin dan rakyat harus setara dan bergaul.

Itulah kuliah umum bertajuk "Jakarta Baru, Indonesia Baru" yang disampaikan Jokowi di hadapan mahasiswa Universitas Pelita Harapan di Kampus UPH, Lippo Karawaci, Tangerang,

Menurut dia, gubernur harus mau bergaul dengan rakyatnya, mendatangi kawasan-kawasan kumuh.

"Karena itulah horizontal. Kalau kita hanya terjebak di era yang eksklusif, kita tidak akan mengerti apa yang dikeluhkan masyarakat. Artinya pimpinan dan rakyat itu dalam kehidupan yang setara dan tidak ada kata lain bahwa kita harus tahu beban yang ada di rakyat. Kita harus bergaul dengan mereka supaya bisa mengerti apa keinginan dari masyarakat," papar Jokowi.

Jokowi mengaku gemar blusukan lantaran ingin menguasai medan dan problem di Jakarta. Dengan datang ke masyarakat, ia bisa mendesain sebuah kebijakan antara lain, seperti munculnya Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar.

4. Tidak Perlu Pintar
[lihat.co.id] - Jokowi menyatakan seorang pemimpin seseorang harus mampu mengutamakan rakyat. Pemimpin harus mendatangi rakyat setiap hari, mencari tahu apa masalahnya dan memberikan solusi atas persoalan yang tengah dihadapi mereka.

"Pemimpin itu nggak perlu pintar, nanti malah minterin rakyatnya, yang penting jujur dan bersih. Rakyat adalah nomor satu. Setiap hari datangi mereka. Keluhannya apa, kesulitannya apa. Carikan kebijakan agar mereka bisa keluar dari problem persoalan yang ada. Jangan sampai rakyat nggak makan, pemimpinnya diam saja. Tidak benar pemimpin seperti itu," papar Jokowi saat didaulat menjadi orator utama dalam peringatan HUT ke-40 PDIP di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Minggu (3/3/2013).

Pemimpin, kata Jokowi, haruslah mengerti persoalan yang dialami rakyat. Jika tidak bisa ke rumah sakit, buat kebijakan sehingga mereka bisa ke rumah sakit. Jika tidak bisa sekolah, harus membuat kebijakan sehingga mereka bisa sekolah. APBD bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat.
peserta.

5. Siap Diprotes
[lihat.co.id] - Saat mengeluarkan kebijakan, langkah seorang pemimpin tidak melulu mulus bagai jalan tol. Kebijakan itu terkadang menuai pro dan kontra.

Begitu juga yang dialami Jokowi, salah satunya ketika melontarkan wacana penerapan konsep pembatasan kendaraan melalui metode pelat nomor genap-ganjil sebagai solusi mengatasi kemacetan di Ibu Kota.

"Ya setiap kebijakan pasti ada risikonya, tapi kalau nggak berani melakukan ya nggak usah jadi pemimpin. Masak mau enak-enak saja, yang nyeneng-nyenengin terus," kata Jokowi usai rapat kajian pembatasan lalu lintas dengan metode pembatasan pelat nomor di Provinsi DKI Jakarta bersama Wadirlantas Polda AKBP Wahyono dan Kadishub DKI Jakarta Udar Pristono, di gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (6/12/2012).

Jokowi mengatakan untuk mencegah adanya resistensi dari masyarakat terkait aturan ini, Pemprov DKI akan melakukan sosialisasi. Tujuan aturan ini agar masyarakat dapat beralih ke angkutan massal, selain untuk mengurai kemacetan.

Polda Metro Jaya pada Agustus 2011 lalu batal melakukan uji coba penerapan pembatasan mobil nomor polisi ganjil dan genap. Program itu dinilai akan mengurangi sekitar 50 persen kemacetan di Jakarta. Uji coba itu urung dilakukan karena beberapa pihak protes.

Sistem ini akhirnya terpaksa dibatalkan karena ketidaksiapan faktor pendukung. Sistem nopol ganjil-genap akan dibatalkan jika sistem ERP lebih cepat disiapkan, termasuk juga penyediaan bus-bus untuk transportasi massal, seperti bus TranJ dan bus Kopaja.

Related Posts

NASIONAL 2222825103084584532

Posting Komentar

Search

Berita Terpopuler

Arsip Blog